Perbedaan utama antara beton dan
semen adalah bahwa beton merupakan sebuah material campuran yang terbuat dari
air, agregat, dan semen. Semen adalah bubuk halus yang dibuat dari batu gamping
dan mineral-mineral lainnya yang bisa menyerap air dan bertindak sebagai
perekat beton. Sementara semen adalah sebuah material bangunan tersendiri,
beton tidak bisa dibuat tanpa semen. Dua istilah ini acapkali salah
dipertukarkan pemakaiannya, meskipun beton dan semen sebenarnya adalah produk
yang jelas berbeda.
Semen
Semen terbuat dari gamping,
kalsium, silikon, besi, dan alumunium serta bahan-bahan lainnya. Campuran ini
dipanaskan dalam alat pembakaran besar hingga suhunya sekitar 1.482°C sehingga
menjadi sebuah produk yang disebut clinker,
yang sepintas mirip marmer. Clinker
ini kemudian diremukkan menjadi bubuk dan ditambah gypsum sehingga menjadi
tepung berwarna abu-abu yang kita sebut semen. Ketika air ditambahkan pada
semen, maka air itu akan memacu sebuah proses kimiawi yang membuat semen akan
mengeras.
Beton
Berkebalikan dengan semen, beton
adalah material pertukangan yang menggunakan semen untuk menyatukan remukan
batu, karang, dan pasir, yang juga disebut agregat. Semen menyusun dari 10%
sampai 15% masa total beton; proporsi tepatnya berbeda-beda tergantung pada
jenis beton yang akan dibuat. Bahan agregat dan semen akan diaduk dengan air
yang memicu reaksi kimia dan membuat semen mengeras dan beton pun jadi. Sebelum
proses pengerasan itu terjadi, campuran beton bisa dituang ke dalam sebuah
cetakan sehingga campuran tersebut akan mengeras dalam bentuk tertentu misalnya
sebuah balok atau mungkin sebuah silinder.
Lamanya waktu
sampai beton jadi bergantung pada seberapa banyak gypsum ditambahkan ke dalam
adonan. Waktu pembuatan bisa dipercepat dengan menambahkan kalsium klorida atau
bisa diperlambat dengan menambahkan gula. Senyawa-senyawa ini bekerja dengan
cara mempengaruhi perkembangan kristal-kristal pengeras yang terbentuk ketika
beton jadi. Beton yang terpapar kondisi yang bisa membekukan maupun
melelehkannya bisa ditambahi bahan kimia lain sehingga mencegah keretakan.
Perbandingan Beton dan Semen
Sifat beton sangat bergantung pada
rasio agregat-semen-air dalam campuran. Rasio air-semen adalah yang paling
penting sebab terlalu sedikit air akan menyebabkan adonan beton sulit dicetak
sementara kalau terlalu banyak akan membuat betonnya lemah. Rasio ini dihitung
dengan persamaan berikut:
r = 8.33 qH2O
/ Wc
dalam perhitungan ini, r adalah
rasio, qH2O adalah jumlah air dalam satuan gallon AS, dan Wc
adalah berat semen dalam satuan pound. Sebuah rasio setidaknya sebesar 0,25
dibutuhkan agar beton bisa mengeras, sementara itu besar rasio 0,35 hingga 0,4
merupakan nilai umum yang paling banyak digunakan.
Agregat juga
penting sebab menyusun lebih dari 60% dari sebuah adonan beton—dan bahkan
hingga 80% di beberapa kasus. Batuan yang lebih besar membutuhkan beton yang
lebih sedikit, yang artinya akan lebih sedikit air yang diperlukan, dan lebih
kuat beton jadinya. Agregat juga lebih murah dibandingkan semen sehingga
prosentase agregat yang lebih besar bisa menurunkan biaya pembuatan beton. Umumnya
dikatakan bahwa agregat yang baik merupakan kombinasi batuan dalam berbagai
ukuran berbeda, dengan rata-rata tertentu dan ada ukuran maksimumnya; bebatuan
ini harus bersih dan tahan lama serta tidak boleh mengandung lempung atau
mineral lainnya yang bisa menyerap air.
Beton yang
memiliki kandungan batuan yang tinggi akan sangat tahan lama dan kerap
digunakan dalam pembuatan kolam renang, gedung pencakar langit, jalur kereta
bawah tanah, dan tiang-tiang lampu serta trotoar dan jalanan. Beton dan semen
bisa didaur ulang. Meskipun demikian, produksi semen memerlukan energi dalam
jumlah besar sebab suhu yang tinggi dibutuhkan dalam pembuatannya. Selain itu
juga industri semen banyak dikritik karena berkontribusi pada emisi karbon
dioksida.